widgeo.net

Rabu, 28 Agustus 2013

Raja Haji Fisabillillah Hannibal dari Riau



            
   Raja Haji Fisabilillah merupakan tokoh dari Riau yang paling banyak disebut oleh pakar-pakar sejarah  kawasan sekitar selat Melaka. Setidak-tidaknya ada dua buah buku dari masa yang tidak terlalu jauh berbeda  yang menggambarkan tokoh Raja Haji Fisabilillah sebagai tokoh pusat. Kedua buku itu adalah Tuhfat al-Nafis karya yang mungkin sekali dikerjakan oleh Raja Ahmad dan diteruskan oleh Raja Ali Haji (keduanya tidak lain adalah anak dan cucu Raja Haji Fisabilillah) dan de Nederlenders in Djohor en Siak karya Elizha Netcher (seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda yang ditempatkan di Riau dan pernah menjadi Residen Riau: setelah memasuki masa pensiun ia dikenal sebagai seorang penulis sejarah yang cukup teliti). Kedua  buku itu merupakan perimbangan yang setara terutama dalam membuat gambaran Raja Haji Fisabilillah.

Bersempena dengan tindakan pergi mendatangi pusat kekuasaan musuh itulah maka Jonkheer Ruysch, seorang perwira Belanda di kapal “Utrecht” menamakan Raja Haji Fisabilillah sebagai “een andere Hannibal” atau” seorang Hannibal yang lain” artinya seorang Hannibal yang lain dari Hannibal yang sebenarnya di Krtago lebih kurang dua ratus tahun sebelum masehi sebagaimana dinyatakan dalam sebuah buku khatam kaji dalam bidang ilmu sejarah pada Universitas Utrecht di Belanda tahun 1985. Hal itu dikarenakan tak lama setelah mencapai kemenangan dalam pertempuran di Riau, Raja Haji segera mengerahkan pasukanya untuk menyerang salah satu pusat kekuasaan Belanda yaitu yang berada di Melaka. Lebih satu abad sebeum itu, sultan Agung (1613-1645) telah bertindak sebagai Hannibal dari Mataram karena endatangi dan meyerang pusat kekuasaan di Batavia.

Persamaan yang cukup kentara lainya antara Sultan Agung dengan Raja Haji ialah: kalau Sultan Ahung berhasil membangkitkan semangat bertempur bukan saja dari Mataram sendiri namun sampai keluar sempadan kerajaanya, maka Raja Haji pub membawa serta gabungan kekuatan selain dari yang berasala dari kerajaan Riau juga dari pesisir pulau Sumatra seperti Asahan, Siak, Indragiri, Jambi, dari pesisir pulau Kalimantan, dan juga dari Selangor, Naning dan Rembau yang merupakan tempat bermukim oran-orang Bugis dan Minangkabau di Tanah semenanjung. Laporan dari sumber Belanda bahkan menyatakan bahwa ada usaha pihak Riau untuk menghubungi raja-raja di Jawa agar ikut dalam perang tersebut. Usaha Raja Haji menjalin hubungan dengan para penguasa pribumi di pulau Jawa yang dapat diketahui dari surat-surat yang dirampas oleh pasukan Belanda  dari beberapa perahu yang mencoba menerobos  blockade Belanda di perairain Riau pada bulan Juni 1783.

Cukup banyak nama dan gelar, baik yang bernada sanjungan, pejorative, atau teraumatik, diberikan kepada pemimpin perang yang jabatan resmi terakhirnya ialah Yang Dipertuan Muda atau Yamtuan Muda atau raja muda kerajaan Riau Johor itu. Umpamanya karena besempena dengan tempatnya gugur, ia diberi gelar yang lebih luas dikenal dan lebih dihormati karena bobot keislamanya ialah Raja Haji Fisabilillah. Selain itu ada pula orang yang menamkanya sebagai “pengembara yang merugikan “, “pemimpin berkharisma yang gemar berperang “Si Raja Api” dan macam-macam gelar dan nama lain

Dari berbagai nama dan gelar yang ragam itu maka timbulla kesan yang menyatakan bahwa Raja Haji adalah seorang tokoh yang disanjung tinggi dan dihormati oleh orang bangsanya, serta sangat diperhitungkan dan dihormati oleh pihak lawan atau musuhnya



Sumber: Raja Haji Fisabilillah Hannibal dari Riau karangan Hasan Junus bab I

Posted by: anakmelayukepulauanriau.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar